“8”

Adalah bohong jika seseorang mengatakan bahwa hidupnya tidak bermakna. Kenyataannya adalah, dia tidak bisa menemukan makna di dalam hidupnya. Pun di dalam setiap sesuatu, pasti ada makna, termasuk di dalam angka. Entah mengapa, kali ini saya ingin membahas makna di balik angka delapan (8).

Saya ingat, ketika berusia 8 tahun, saya dikhitan. Kata orang, setelah disunat—kata lain dari dikhitan, yang sebetulnya tidak perlu saya jelaskan – seseorang mulai menunjukkan kedewasaan secara fisik. Benar saja, beberapa bulan kemudian, fisik saya menunjukkan perkembangan; suara membesar, tinggi badan bertambah, dan mulai mimpi yang aneh-aneh. Kata orang Sunda, saya sudah beger.

Angka 8 juga pernah menjadi nomor absen saya sewaktu SMP. Bagi orang lain, itu mungkin gak penting, tetapi bagi saya, waktu itu, sangat penting. Sebab, jika lupa menuliskan angka itu ketika ulangan, bisa-bisa nilai ulangan saya—yang biasanya lebih dari atau sama dengan 8 – tidak menjadi milik saya. Alhasil, angka itu tertancap kokoh dalam memori saya kala itu. Buktinya, ketika guru saya bertanya, “Nomor?” dengan spontan saya jawab, “Delapan.” Entah yang dia maksud itu nomor apa.

Benar begitu bukan? Pasti kalian bingung. Baiklah, biar saya jelaskan. Saya teringat pesan kakak saya tempo hari tentang manajemen waktu. Ini ada kaitannya juga dengan angka 8. Dia mengatakan, dalam satu hari, ada 24 jam. Alokasikan waktu itu untuk tiga hal; bekerja, mengembangkan diri (termasuk bersosialisasi dan melakukan hal positif lainnya), dan istirahat (termasuk nonton TV dan tidur), masing-masing sekitar 8 jam. Hmm… Masuk akal. Sungguh 8 jam yang bermakna (diakhiri kalimat pertama pada paragraf ini).

Menurut Feng Shui, angka 8 merupakan satu white star yang membawa keberuntungan spesial. Praktisi feng shui bintang terbang meyakini bahwa hal ini berlaku hingga Februari 2024. Bahkan, dunia bisnis memakai angka ini sebagai akhiran nomor rekening bank, nomer plat kendaraan, nomer rumah, nomer telepon, dan segala bentuk yang menggunakan nomer. Percaya atau tidak, semua itu hasil googling barusan.

Dan kini, angka 8 itu kembali familiar bagi saya. Pasalnya, babnya, dan ayatnya – yang kedua terakhir sebetulnya mengingatkan bahwa kata yang pertama itu janggal – saya dan ketujuh teman baru saya: Ecep, Hendi, Irfan, Adin, Ilham, Fikri, dan Siska—yang totalnya berarti 8 orang— selama hampir enam bulan, tengah digodok sang duet maut, Pak Mimar dan Pak Tede, untuk menjadi wartawan PR yang berkualitas. Meski kabarnya ada penyusutan di akhir evaluasi nanti, mudah-mudahan kebersamaan kita tidak terputus, seperti angka 8.

(Sing: Graduation by Vitamin C)