Malam Minggu Janganlah Kelabu

Ini malam Minggu. Seperti biasanya, selalu kelabu. Tak ada pasangan, hanya sendiri menatap langit tak berbintang. Seperti para jomblo yang bertebaran di muka bumi, saya juga berharap hujan turun. Agar mereka yang punya pasangan tanpa ikatan suci itu tak menikmati malam ini dengan bersenang-senang. Gerimis pun turun. Saya lega. Namun, itu hanya berlangsung sebentar. Hujan ternyata malu-malu untuk turun malam ini.

Lupakan itu semua. Saya ada seorang perempuan untuk dihubungi malam ini. Sudah dua pekan saya tidak menemuinya karena terbentang jarak. Padahal, saya ingin sekali perempuan itu selalu di dekat saya. Agar saya bisa memastikannya baik-baik saja. Perempuan itu adalah ibu saya, yang baru ditinggal pergi suaminya, ayah saya, untuk selamanya.

Ada yang hilang saat saya menelefon ibu saya. Biasanya, saya menanyakan kabarnya lalu menanyakan kabar Apa, ayah saya. Kali ini, saya tak bisa lagi menanyakan kabar Apa. Sebab, ia sudah dipanggil lebih dulu oleh Yang Mahakuasa. Semoga Allah mengampuni dosa-dosanya, menerima semua amal ibadahnya, dan menempatkannya di surga-Nya.

Continue reading

Selamat Jalan, Apa.. Insya Allah Surga Tempatmu

Obrolan siang itu bersama Apa terasa sangat indah. Berkaus oblong, berkopiah putih, lengkap dengan sarungnya, Apa bercerita tentang banyak hal. Mulai dengan menceritakan kondisinya yang sebelumnya drop dan saat itu sudah membaik, kejadian-kejadian di lingkungan rumah, hingga menanyakan kabar dan kondisi saya sekaligus rencana saya ke depan. Pembicaraan di ruang keluarga itu begitu mengalir sampai tak terasa waktu sudah menjelang Zuhur. Hingga saya menanyakan padanya satu hal, yang ternyata membuat air matanya berlinang.

“Pa, aya kahoyong teu nu teu acan kacumponan?”

“Ah, teu aya, Cep..,” kata Apa yang terdiam sejenak, sebelum melanjutkan kata-katanya, “…Apa mah ngan ukur hoyong ibadah. Teu aya deui.” Continue reading